(Disarikan dari: Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Fokus Media, 2007).
A. Sistem PARLEMENTER
1. Ciri Umum.
a. Sistem parlementer bisa terjadi pada negara berbentuk republik ataupun kerajaan (monarkhi parlementer).
b. Dalam sistem parlementer fungsi kepala negara terpisah dengan kepala pemerintahan.
c. Kepala Negara (KN) bisa seorang Kaisar, Raja/Ratu, Syah, Sultan
(monarkhi), atau Presiden (republik). KN adalah simbol representasi
negara yang tidak memiliki kewenangan eksekutif, selain hak tertentu
yang bersifat kenegaraan.
d. Kekuasaan pemerintahan adanya di parlemen. Maka, dalam sistem parlementer, obyek utama yang diperebutkan adalah parlemen.
e. Karena jumlah anggota parlemen banyak (biasanya ratusan), untuk dapat
menguasai suara parlemen diperlukan kelompok yang biasa
direpresentasikan oleh partai.
f. Yang menguasai parlemen adalah apabila bisa menguasai suara parlemen
sekurang-kurangnya, 50% + 1 , agar partai pemenang bisa melaksanakan
program-programnya (melalui dan berdasarkan undang-undang).
g. Peran partai dominan, oleh karenanya sistem parlementer biasa disebut “Sistem Tradisi Partai Kuat”. (Bambang Cipto, 1996: 11)
2. Proses Pembentukan Pemerintahan (melalui pemilu).
a. Partai-partai, melalui kader-kadernya (caleg), berkampanye
menawarkan visi, misi, dan program partai, yakni tentang apa yang akan
dilakukan pemerintah apabila partainya menang pemilu.
b. Konstituen memilih partai yang dinilai sesuai dengan aspirasinya.
Pilihan konstituen atas tawaran partai pemenang adalah “Kontrak Sosial”
(Rousseau) sistem parlementer. (Tidak dikenal istilah “Kontrak
Politik”).
c. Partai pemenang adalah yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilu.
Apabila suara partai pemenang < 50% + 1, maka diperlukan koalisi.
Istilah “koalisi” hanya dikenal dalam sistem parlementer!
d. Partai pemenang (melalui parlemen) membentuk pemerintahan (Kabinet
Parlementer) diketuai perdana menteri (PM) selaku kepala pemerintahan
(KP). Kabinet bertanggung jawab pada parlemen.
Catatan:
Karena yang berjanji partai (bukan perorangan) maka penanggung jawab partai otomatis menjabata PM.
e. Partai pemenang disebut partai pemerintah (PP). Partai yang tidak
memerintah menempatkan diri sebagai partai oposisi (PO), atau memilih
netral.
f. Apabila perolehan suara legislatif <50% + 1, partai pemenang perlu
membentuk koalisi (kabinet koalisi). Konsekuensinya menteri kabinet
bertanggung jawab pada partai.
g. “Mosi Tidak Percaya” adalah pencabutan mandat kabinet oleh parlemen,
artinya kabinet tidak lagi memiliki legitimasi. Kabinet harus
mengembalikan mandat pada parlemen. Demikian pula parlemen. Lembaga
tersebut juga tidak lagi memiliki legitimasi, dan parlemen pun harus
bubar. Pembubaran parlemen dilakukan oleh Kepala Negara (raja, ratu,
kaisar, sultan, presiden). Kabinet baru hanya bisa dibentuk setelah
pemilu baru (pemilu sela, bukan dari hasil pemilu lama).
h. Parlemen & kabinet (legislatif & eksekutif) adalah faktor variabel.
B. Sistem PRESIDENSIAL
1. Ciri Umum.
a. Sistem presidensial hanya terjadi dalam negara berbentuk republik.
b. Dalam sistem presidensial fungsi kepala negara dan fungsi kepala
pemerintahan menyatu (namun tidak lebur) dalam satu figur, Presiden.
c. Kepala Negara (KN) dan Kepala Pemerintahan dijabat oleh Presiden. KN
adalah simbol representasi negara yang tidak memiliki kewenangan
eksekutif, selain hak tertentu yang bersifat kenegaraan.
d. Kekuasaan pemerintahan adanya di eksekutif/kabinet yang dipimpin
Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Maka, dalam sistem presidensial,
obyek utama yang diperebutkan adalah presiden.
e. Selaku pemegang “Kontrak Sosial”, presiden bertanggung jawab langsung
pada rakyat. (Presiden dipilih rakyat bukan dipilih partai). Selaku
kepala negara, Presiden adalah milik bangsa, maka tidak layak bila
memangku jabatan ketua atau fungsionaris partai
f. Presiden membentuk kabinet yang bertanggung jawab pada presiden.
Dalam sistem presidensial tidak dikenal istilah kabinet koalisi. Karena
jumlah anggota parlemen banyak (biasanya ratusan), untuk dapat menguasai
suara parlemen diperlukan kelompok yang biasa direpresentasikan oleh
partai.
g. Parlemen (legislatif) dalam sistem presidensial memiliki dua fungsi
utama. Pertama, menterjemahkan “Kontrak Sosial” presiden menjadi
undang-undang (perdebatan bukan pada pro-kontra Kontrak Sosial melainkan
pada upaya mempertajam program). Sistem presidensial tidak mengenal
istilah Partai Oposisi.
h. Peran partai tidak dominan, kelompok kepentingan dominan ikut
mempengaruhi kebijakan publik. Sistem presidensial biasa disebut “Sistem
Tradisi Partai Lemah” (Bambang Cipto, 1996: 41)
2. Proses Pembentukan Pemerintahan (melalui pemilu).
a. Calon presiden berkampanye menawarkan visi & program pemerintahan (bukan ideologi partai).
b. Konstituen memilih calon presiden yang dinilai sesuai dengan
aspirasinya. Presiden terpilih adalah yang bisa meraih suara pemilih
sekurang-kurangnya 50% + 1. Pilihan konstituen atas tawaran presiden
terpilih adalah “Kontrak Sosial” (Rousseau), dalam sistem presidesial.
c. Fungsi parlemen/legislatif (uni kameral ataupun bikameral) dalam
sistem presidensial adalah menterjemahkan “Kontrak Sosial” (janji
kampanye presiden terpilih kepada rakyat) menjadi undang-undang (a.l.,
UU-APBN). Legislatif juga berfungsi selaku pengontrol kinerja Presiden.
d. Kendati diusung partai, legislatif lebih bersifat sebagai wakil
rakyat ketimbang wakil partai. Tidak dikenal istilah partai oposisi.
Catatan:
1. Tentang HAK VETO.
Akhir-akhir ini muncul wacana perlunya presiden (Indonesia) memiliki Hak
Veto, sebagai pengimbang kekuasaan parlemen/legislatif yang dirasakan
terlalu kuat. Kalau benar alasannya demikian maka jelas tidak tepat.
Adalah benar dalam sistem presidensial Hak Veto melekat dalam fungsi
tugas presiden. Hak Veto bisa digunakan presiden terhadap RUU yang
diajukan legislatif (hak inisiatif legislatif) yang dinilai presiden
tidak termasuk dalam “Kontrak Sosial”-nya. Veto Presiden gugur apabila
saat RUU diajukan kembali oleh legislatif dan didukung oleh
sekurang-kurangnya 2/3 anggota (artinya RUU tersebut merupakan aspirasi
mayoritas rakyat).
2. Tentang multi partai dalam sistem presidensial.
Multi partai tidak ada kaitannya dengan sistem presidensial ataupun
parlementer. Banyak atau sedikitnya partai tergantung pada pilihan
sistem dalam pemilu. Produk sistem distrik adalah jumlah partai terbatas
dan produk sistem proporsional adalah jumlah partai yang banyak. Pemilu
di AS (sistem presidensial) dan pemilu di Inggris (sistem parlementer)
hanya didominasi partai-partai besar saja.
3. Indonesia menganut sistem yang tidak jelas (sistem presidensial
kuasi parlementer?!) yang menempatkan parlemen sebagai institusi dominan
layaknya sistem parlementer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar